Sabtu, 04 Juli 2020

Analisis Jurnal Pengaturan, Model Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Perundang-Undangan


ANALISI JURNAL
Oleh : Joe Marlen Manupassa
NPM : 23218514
   A.   IDENTITAS JURNAL :
1.      Nama Jurnal : Sengketa
2.      Volume : 2
3.      Nomor : 3
4.      Halaman : 116-122
5.      Tahun Penerbit : 2010
6.      Judul Jurnal : Pengaturan, Model Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Perundang-Undangan
   B.   ABSTRAK JURNAL :
1.      Jumlah Paragraf : 1
2.      Halaman : Setengah Halaman
3.      Ukuran Spasi : 1.0
4.      Uraian Abstrak : Abstrak dilakukan dengan 1 Bahasa, yaitu bahasa Indonesia. Dan menjelaskan hal – hal besar yang mencakup bentuk- bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan
7.      Keyword Jurnal : Pengaturan, Model Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Perundang-Undangan
   C.     PENDAHULUAN JURNAL :
Didalam Pendahuluan Jurnal Penulis menggambarkan tentang Penyelesaian sengketa diluar pengadilan bagi bangsa Indonesia.
    D.   METODE PENELITIAN :
Jenis penelitian yang diguanakan oleh penulis adalah penelitian Kualitatif yaitu penelitian yang lebih memberikan tekanan makna berkaitan erat dengan nilai-nilai tertentu, lebih menekankan proses daripada pengukuran, mendeskripsikan, menafsirkan dan memberikan makna dan tidak cukup dengan penjelasan belaka, dan memanfaatkan multi metode dalam penelitian ( Sutama, 2012: 61).
   E.     PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN:
Sebagaimana diuraikan pada bagian pendahuluan bahwa bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa adalah negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbiterase. Alternatif penyelesaian sengketa adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.
    1.      Negosiasi adalah mirip dengan perdamaian sebagaimana diatur dalam Pasal 1851 s/d 1864 KUH Perdata, dimana perdamaian itu adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. 
   2.      Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa melalui perundingan dengan bantuan pihak ketiga netral (mediator) guna mencari bentuk penyelesaian yang dapat disepakati para pihak (Suparto Wijoyo, 2003 : 99).
    3.      Arbiter merupakan penyelesaian sengketa dengan cara menyerahkan penyelesainnya kepada pihak ketiga yang mempunyai wewenang untuk memutuskan.
Berdasarkan pengertian bentuk-bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan tersebut, dapat dikelompokkan pada dua bentuk penyelesaian sengketa, yaitu penyelesaian sengketa yang dilakukan para pihak dan penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga. Mengenai keterlibatan pihak ketiga ini, juga dibedakan atas dua bentuk yaitu pihak ketiga yang tidak berwenang mengambil keputusan (misalnya: mediator) dan pihak ketiga yang berwenang mengambil keputusan (arbitor)
Pengaturan Dalam Hukum Positif Indonesia :
1.      Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
2.      Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
3.      Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
4.      Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Disain Industri.
5.      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
6.      Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
7.      Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak

   F.    KESIMPULAN :
Berdasarkan uraian dan pembahasan di atas, maka mengenai pengaturan dan model alternatif penyelasaian sengketa dalam perundang-undangan Indonesia, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.       Pengaturan mengenai alternatif penyelesaian sengketa dalam perundang-undangan Indonesia dapat dibedakan atas pengaturan yang bersifat umum dan pengaturan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum ditandai dengan perumusan mengenai bentuk-bentuk pranata alternatif penyelesaian sengketa dimana penyelesaian sengketa dapat dilakukan oleh para pihak yang bersengketa dengan atau tanpa melibatkan pihak ketiga. Adapun pengaturan yang bersifat khusus ditandai adanya suatu mekanisme tertentu yaitu penyelesaian sengketa melalui suatu badan atau lembaga tertentu yang ditetapkan undang-undang.
2.      Dengan merujuk pada pengaturannya yang bersifat umum dan khusus, maka model alternatif penyelesaian sengketa dalam perundang-undangan Indonesia juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penyelesaian sengketa oleh para pihak yang bersengketa dengan atau tanpa melibatkan pihak ketiga dan penyelesaian sengketa melalui suatu badan atau lembaga tertentu yang telah disebutkan dan ditetapkan dalam undang-undang.

   G.   SARAN :
Secara keseluruhan jurnal memiliki Kelebihan adalah dilihat dari metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif menyajikan sebuah data dengan sangat valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Kekurangan yang menonjol, jika dilihat dari abstraknya penulis tidak menggunakan bahasa inggris agar mendukung jurnal ini berpotensi menjadi rujukan secara intenasional.



Senin, 11 Mei 2020

Analisis Jurnal Aspek Hukum Pendaftaran Hak Cipta dan Paten



ANALISI JURNAL
Oleh : Joe Marlen Manupassa
NPM : 23218514
   A.   IDENTITAS JURNAL :
1.      Nama Jurnal : Hak Cipta, Hak Paten
2.      Volume : 13
3.      Nomor : 1
4.      Halaman : 91-99
5.      Tahun Penerbit : 2014
6.      Judul Jurnal : Aspek Hukum Pendaftaran Hak Cipta dan Paten
7.      Nama Penulis : Syahrial, Institut Seni Indonesia.
   B.   ABSTRAK JURNAL :
1.      Jumlah Paragraf : 1
2.      Halaman : Setengah Halaman
3.      Ukuran Spasi : 1.0
4.      Uraian Abstrak : Abstrak dilakukan dengan 2 bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dan di dalam Abstrak menjelaskan tentang Hak Kekayaan Intelektual yaitu Hak Cipta dan Pateen
5.      Keyword Jurnal : Hak Kekayaan Intelektual, Hak Cipta, Paten, Hukum, Pendaftaran

   C.     PENDAHULUAN JURNAL :
Didalam Pendahuluan Jurnal Penulis menggambarkan tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual termasuk dalam bagian ha katas benda tak berwujud dan yang sifatnya berwujud berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan dan sebagainya yang tidak mempunyai bentuk tertentu.
   D.   METODE PENELITIAN :
Jenis penelitian yang diguanakan oleh penulis adalah penelitian Kualitatif yaitu penelitian yang lebih memberikan tekanan makna berkaitan erat dengan nilai-nilai tertentu, lebih menekankan proses daripada pengukuran, mendeskripsikan, menafsirkan dan memberikan makna dan tidak cukup dengan penjelasan belaka, dan memanfaatkan multi metode dalam penelitian ( Sutama, 2012: 61).
   E.     PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN:
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah Hak ekslusif yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten dan Hak Merk. Namun, jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda yang tidak berwujud.
Hak Cipta, Menurut pasal 1 UU No  19 Th 2002 adalah hak ekslusif bagi pencipta atas pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Pasal 12 UU Hak Cipta adalah sebagai berikut :
  a)     Buku-buku, program computer, pamphlet, susunan perwajahan, karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain;
  b)     Ceramah, kuliah, pidato atau ciptaan lain sejenis dengan itu;
  c)     Alat peraga yang dibuat guna tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
  d)     Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
  e)     Drama atau drama musical, tari, koreografi, pewayangan, pantonim;
  f)      Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan;
  g)     Arsitektur
  h)     Peta
  i)       Seni batik
  j)       Fotografi
  k)     Sinematografi
  l)       Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan.
Paten, kata paten berasal dari bahasa inggris patent, letters patent yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak ekslusif kepada individu dan pelaku bisnis itu sendiri, konsep paten mendorong inventor mendapat hak ekslusif selama periode tertentu.
Istilah-istilah dalam Paten :
   a)     Invensi adalah ide inventor.
   b)     Inventor atau pemegang Paten.
   c)     Hak yang dimiliki oleh pemegang Paten
   d)     Pengajuan Permohonan Paten
   e)     Sistem First To File

  F.    STUDI KASUS DAN SOLUSI :
A.    STUDI KASUS :
Kata “pusing”, beberapa tahun yang lalu seringkali dikaitkan atau identic dengan Pegy Melati Sukma, karena dengan gaya pengucapannya yang khas dalam sebuah sinetron yang berjudul “Gerhana” yang ditayangkan oleh salah satu televise swasta Indonesia membuat kata pusing tersebut sangat popular di masyarakat. Selanjutnya ada beberapa kata atau istilah lain seperti “kasian deh lu”, “apaan tuh”,  “ emang masalah buat lu” dan lain-lain yang juga begitu popular di tengah masyarakat.
Pada suatu kesempatan, Pegy Melati Sukma dalam sebuah pernyataannya di salah satu televise swasta Indonesia juga dia mengatakan bahwa hak cipta saya (kata “pusing”) sudah saya patenkan. Baru-baru ini jjuga ada pernyataan yang dilakukan oleh salah satu personil Trio Macan dengan judul lagu “Iwak Peyek” bahwa lagu itu sudah di patenkan. Yang lebih mencengangkan/menggelitik lagi adalah seorang professor di salah satu perguruan tinggi seni dalam suatu kesempatan mengatakan bahwa karya (karya seni dan karya penelitian) dosen kita (perguruan tinggi seni tersebut) bisa dipatenkan dan masuk dalam jurnal yang diterbitkan oleh perguruan tinggi yang spesifikasinya teknologi, seperti IPB atau ITB.
B.     SOLUSI :
Dari ketiga pernyataan diatas, sementara dapat disimpulkan bahwa hak cipta dapat dipatenkan atau hak cipta dan paten menjadi satu kategori yang mana dalam Hak Kekayaan Intelektual. Yang mana Hak Cipta bisa didaftarkan Paten. Begitu juga Paten bisa didaftarkan pada Hak Cipta. Selanjutnya bahwa Hak Cipta merupakan keharusan untuk dilakukan agar karya seni dapat dilindungi oleh hukum.

  G.   KESIMPULAN :
Hak Cipta dan Paten adalah dua kategori yang berbeda dalam Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Cipta tidak dapat didaftarkan pada Paten karena produk yang dihasilkan dua kategori tersebut berbeda juga. Sedangkan untuk dapat perlindungan hukum Hak Cipta tidak harus didaftarkan karena Indonesia menganut paham pendaftaran sukarela, dan pendaftaran Hak Cipta bukanlah pengakuan kepemilikkan Hak Cipta, akan tetapi pendaftaran tersebut hanya menduga bahwa yang mendaftarkan tersebut sebagai pencipta atau pemegang Hak Cipta. Berbeda dengan paten, untuk mendapatkan perlindungan hukum, paten harus atau wajib didaftarkan. 
   H.   SARAN :
Secara keseluruhan jurnal memiliki kelebihan yang menonjol, jika dilihat dari abstraknya penulis sudah menggunakan abstrak dengan format Bahasa Inggris hal ini yang mendukung jurnal ini berpotensi menjadi rujukan secara internasional. Kelebihan yang lain adalah dilihat dari metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif menyajikan sebuah data dengan sangat valid dan dapat dipertanggung jawabkan.


Senin, 13 April 2020

ANALISIS JURNAL ASAS - ASAS PERJANJIAN



ANALISI JURNAL
Oleh : Joe Marlen Manupassa
NPM : 23218514

A.   IDENTITAS JURNAL :


1.      Nama Jurnal : Asas – asas Perikatan
2.      Volume : 7
3.      Nomor : 2
4.      Halaman : 110 – 119
5.      Tahun Penerbit : 2018
6.      Judul Jurnal : Peranan Asas – Asas Hukum Perjanjian dalam Mewujudkan Tujuan Perjanjian
7.      Nama Penulis : Niru Anita Sinaga
8.      Studi Kasus :
                                                  B.   ABSTRAK JURNAL :
1.      Jumlah Paragraf : 1
2.      Halaman : Setengah Halaman
3.      Ukuran Spasi : 1.0
4.      Uraian Abstrak : Abstrak dilakukan dengan 2 bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dan di dalam Abstrak menjelaskan tentang Tujuan dibuatnya Penelitian.
5.      Keyword Jurnal : Perjanjian, asas perjanjian, tujuan perjanjian.



C.     PENDAHULUAN JURNAL :
Didalam Pendahuluan Jurnal Penulis menggambarkan tentang Masalah keadaan  yang tidak terlepas dari Perjanjian kemudian Fungsi dan Tujuan Hukum perjanjian dan mengenai asas – asas Perjanjian.
D.   METODE PENELITIAN :
Jenis penelitian yang diguanakan oleh penulis adalah penelitian Kualitatif yaitu penelitian yang lebih memberikan tekanan makna berkaitan erat dengan nilai-nilai tertentu, lebih menekankan proses daripada pengukuran, mendeskripsikan, menafsirkan dan membverikan makna dan tidak cukup dengan penjelasan belaka, dan memanfaatkan multi metode dalam penelitian ( Sutama, 2012: 61).
E.     PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN:
Manusia dalam memenuhi berbagai kepentingannya melakukan berbagai macam cara salah satu diantaranya dengan membuat Perjanjian. Subekti mengatakan, Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang  itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Sedangkan, Perikatan adalah perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntuan tersebut.
Hal – hal yang harus diperhatian atau dipenuhi dalam membuat perjanjian :
1)     Sistem pengaturan hukum perjanjian adalah system terbuka (open system);
2)     Syaat sahnya suatu perjanjian;
3)     Asas hukum perjanjian ;
4)     Bentuk dan jenis – jenis perjanjian;
5)     Istilah dan ketentuan yang harus diperhatikan dalam pembuatan perjanjian;
6)     Hal – hal yang diperhatikan oleh para pihak yang akan mengadakan dan membuat perjanjian.

Tujuan Pembuatan Perjanjian :
            Tujuan yang hendak dicapai dalam perjanjian adalah isi dari perjanjian itu sendiri. Dalam menentukan isi perjanjian meskipun didasarkan atas kebebasan berkontak akan tetapi tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh UU. Hal yang diperjanjikan berupa: memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu. Masing-masing pihak berhak untuk menerima apa yang dijanjikan oleh pihak lain. Bagi pihak yang gagal melaksanakan sesuatu yang telah diperjanjikan, pihak lain dapat menggunakan otoritas lembaga pengadilan untuk melaksanakan kontrak tersebut bahkan untuk memperoleh ganti rugi atau pemulihan lain yang dimungkinkan oleh hukum.
            Dalam Pandangan Patrick S. Atiyah, perjanjian memiliki 3 tujuan dasar :
1)     Memaksakan suatu janji dan melindungi harapan wajar yang muncul darinya;
2)     Mencegah pengayaan yang dilakukan secara tidak adali atau tidak benar; dan
3)     To Prevent certain kinds of harm.
Bentuk – bentuk Penyelesaian Sengketa :
            Pada dasarnya setia[ perjanjian yang dibuat para pihak harus dapat dilaksanakan dengan sukarela atau itikad baik, namun dalam kenyataannya perjanjian yang dibuatnya seringkali dilanggar. Pola penyelsaian sengketa dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu :
    1)     Penyelesaian melalui pengadilan, suatu pola penyelsaian sengketa yang terjadi antara pihak yang diselesaikan oleh pengadilan dan keputusannya bersifat mengikat;
   2)     Penyelesaian melalui alternative (ADR), lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni ppenyelsaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.
F.    KESIMPULAN :
Peranan asas – asas hukum perjanjian dalam membuat perjanjian sangat diperlukan, antara lain : asas – asas utama dianggap sebagai sokoguru hukum perjanjian; asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum; asas berfungsi sebagai pedoaman atau arahan orientasi berdasarkan mana hukum dapat dijalankan.
G.   SARAN :
Secara keseluruhan jurnal memiliki kelebihan yang menonjol, jika dilihat dari abstraknya penulis sudah menggunakan abstrak dengan format Bahasa Inggris hal ini yang mendukung jurnal ini berpotensi menjadi rujukan secara internasional. Kelebihan yang lain adalah dilihat dari metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif menyajikan sebuah data dengan sangat valid dan dapat dipertanggung jawabkan.

Minggu, 22 Maret 2020

Analisis Jurnal Jaminan Kebendaan pada PT. Pegadaian terhadap Barang yang di Gadaikan



ANALISIS
“ Jurnal Jaminan Kebendaan pada PT. Pegadaian terhadap Barang yang di Gadaikan “

PERMASALAHAN

1.      Perjanjian Gadai yang belum mendahulukan Perjanjian Kredit sebagai Perjanjian Pokok
2.      Perjanjian Gadai yang tidak dijaminkan secara fisik atau tidak dalam penguasaan Kreditur
3.      Penjamin yang menjamin barang yang dijaminkan harus merupakan hak milik yang sah dari Nasabah
4.      Barang yang digadaikan tidak boleh menjadi jaminan suatu utang atau tidak dalam sitaan.

PEMBAHASAN

Dari Permasalahan diatas, penulis akan menjabarkan satu per satu permasalahan yang diatas dan solusi yang tepat :
1.      Perjanjian Gadai yang belum mendahulukan Perjanjian Kredit sebagai Perjanjian Pokok, dimana Perjanjian jaminan tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian pendahuluan atau pokok yang mendahuluinya. Jadi, Perjanjian Gadai dapat dibuat secara dibawah tangan atau dengan notaris tergantung para pihak bentuk mana yang akan dipilih.
2.      Perjanjian Gadai yang tidak dijaminkan secara fisik atau tidak dalam penguasaan Kreditur, dimana dalam perjanjian gadai barang yang dijaminkan secara fisik harus diserahkan di bawah penguasaan kreditur dan dalam Undang-undang ditegaskan dengan kata-kata berikut: “tidak sah adalah gadai atas segala benda yang dibiarkan tetapdalam kekuasaan debitur atau pemberi gadai ataupun yang kembali atas kemauan kreditur”.  Jadi, Perjanjian pemberi gadai bersifat accesoir, maka harus sesuai UU yang berlaku.
3.      Penjamin yang menjamin barang yang dijaminkan harus merupakan hak milik yang sah dari Nasabah, dimana Nasabah dan/atau yang dikuasakan menjamin bahwa barang yang dijaminkan merupakan milik yang sah dari nasabah atau dikuasai secara sah menurut hukum oleh nasabah dan karenanya nasabah mempunyai wewenang yang sah untuk menjadikannya jaminan utang kepada Pegadaian. Nasabah juga menjamin bahwa tidak ada orang dan/ataupihak yang lain yang turut mempunyai hak atas jaminan tersebut, baik hak memiliki atau hak menguasai. Jadi, salah satu isi Perjanjian Kredit yang merupakan KEHARUSAN untuk menjaminkan barang jaminan.
4.      Barang yang digadaikan tidak boleh menjadi jaminan suatu utang atau tidak dalam sitaan, dimana barang yang digadaikan pada Pegadaian tidak menjadi jaminan suatu utang dan tidak dalam sengketa dengan pihak lain sehingga tidak melawan hukum.

PENUTUP
A.   KESIMPULAN

Perjanjian Gadai tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya Perjanjian Pendahuluan atau pokok yang mendahuluinya, dan setiap ketentuan-ketentuan yang ada harus sesuai dengan pertaturan UU yang berlaku. Perjanjian yang dijaminkan harus dijamin secara fisik dan harus ada dalam  pengawasan Kreditur karena sudah bersifat accesoir dimana jika tidak dijaminkan secara fisik atau tidak dalam penguasaan Kreditur maka bukan tanggung jawab penerima barang jaminan yang digadaikan.
Nasabah yang menjaminkan jaminan barang kepada penerima Gadai atau Pegadaian harus merupakan hak milik sah dari barang yang akan dijaminkan agar tidak menyeleweng dari Ketentuan yang ada dan barang yang digadaikan tidak boleh melawan hukum.

B.   SARAN

Sangat diharapkan kepada semua pihak yang terkait dalam transaksi gadai Penerima ataupun Pemberi Gadai tidak menyeleweng dari Aturan dan Ketentuan yang berlaku guna mencegah terjadinya Perselisihan atau Perdebatan yang kurang menyenangkan.